Senin, 30 November 2009

Sejarah Bogor


Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan kelompok pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukahati (Kampung Empang sekarang).

Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap akhlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan 'ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan'. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:

- Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669.

- Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852.

- Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.

- Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972.


Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.

Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat itu.

Summber :
Kabupaten Bogor dalam angka, 2007 dalam :
http://www.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=237

Sumber Gambar:
http://rollit.roll.co.id/area%2051/sites/roll/leisure/images/stories/kebun_raya_bogor.jpg

Peta Bogor


View Larger Map

Wisata dan Agribisnis Jadi Andalan Bogor

Dalam krisis ekonomi global yang tengah berkecamuk, ternyata Kabupaten Bogor masih memiliki secercah harapan. Dengan menggali potensi keunggulan lokal, daerah berslogan ‘Tegar Beriman’ ini diprediksi mampu bertahan menghadapi terpaan krisis.
“Sebagai penyangga ibukota, Kabupaten Bogor bisa terus berkembang menembus krisis. Itu tidak mustahil, sebab daerah ini memegang peranan penting sebagai pintu gerbang mobilitas barang, dan lalulintas kendaraan. Dengan begitu, pengembangan sektor pariwisata perlu menjadi salah satu prioritas,” ungkap Tenaga Ahli Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dr Ir Ikhwanuddin Mawardi, M.Sc yang ditemui Jurnal Bogor di sela-sela Seminar Daerah bertajuk ‘Menggali Potensi Keunggulan Lokal dan Ketahanan Pangan Menuju Kabupaten Bogor yang bertaqwa, berdaya, berbudaya, dan Sejahtera’ di Cibinong, Selasa (27/1).


Karena itu, kata Ikhwanuddin, perencanaan, dan pembangunan Kabupaten Bogor ke depan harus fokus, dan terarah guna mengoptimalkan potensi daerah, dan mengangkat keunggulan lokal.
“Warga DKI Jakarta, masih mengenal Kabupaten Bogor sebagai tujuan wisata termurah, dan terdekat. Itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dengan mengembangkan wisata alam, wisata kuliner, wisata sejarah, atau wisata budaya. Pemerintah Daerah di sini memiliki peranan penting,” paparnya.
Ikhwanuddin mengatakan, pengembangan wisata juga bisa menunjang pertumbuhan sektor industri, dan Usaha Kecil Menengah (UKM). “Sebagai tujuan wisata, sudah selayaknya para wisatawan membawa buah tangan yang menjadi ciri khas daerah, mulai dari kerajinan tangan, hingga makanan tradisional. Itu juga peluang, jadi jangan putus asa menghadapi krisis,” ujarnya.
Menurut Ikhwanuddin, kuncinya adalah mengembangkan gagasan kreatif, dan terus melakukan inovasi. “Itu bisa dilakukan dengan menyinergikan semua stakeholders. Misalnya, menjadikan industri yang lebih mapan sebagai ‘bapak angkat’ untuk sejumlah UKM,” jelasnya.

Selain sektor pariwisata, tambahnya, pengembangan daerah sebagai sentra agribisnis juga cukup strategis. Keunggulan lokal yang komparatif, dan kompetitif bisa diangkat melalui pemberdayaan pertanian, peternakan, dan perikanan.
“Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, pemasaran juga bisa diperluas ke Jakarta. Itulah kelebihan Kabupaten Bogor, merambah pasar ibukota tak akan sulit, sebab jaraknya cukup dekat. Untuk standar kualitas, IPB bisa ambil peranan,” tuturnya.
Sementara itu, Rektor IPB Dr Ir Herry Suhardiyanto, M.Si mengatakan, IPB siap memberikan pembinaan agribisnis demi kemajuan Kabupaten Bogor. Semua elemen terkait juga harus berkonvergensi guna mencapai tujuan tersebut.
“Kongkretnya, pemerintah daerah memfasilitasi terjalinnya hubungan saling menguntungkan antara petani, dan pengusaha. Misalnya, petani kedelai dengan pengusaha tempe atau tahu,” tandasnya.

Sumber :
Julvahmi
http://www.jurnalbogor.com/?p=9859
28 Januari 2009

Populasi Penduduk Kabupaten Bogor Tertinggi di Jabar

Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan populasi penduduk tertinggi dari 17 Kabupaten dan sembilan kota di Jawa Barat.

Jumlah 4.316.236 jiwa penduduk yang terbagi atas 2.204.952 jiwa laki-laki dan 2.111.284 jiwa perempuan di Kabupaten Bogor mengungguli Kabupaten Bandung diposisi kedua dengan jumlah penduduk 3.033.038 jiwa.

Padahal, provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan angka Total Fertility Rate (TFR) nya, Kabupaten Bogor pun menempati angka tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lain di Jawa Barat.

Siti Amanah, Ketua divisi studi wanita, gender dan pembangunan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (IPB, Selasa (16/6) menjelaskan yang dimaksud dengan TFR yakni banyak anak yang mungkin dilahirkan oleh ibu dengan usia produktif (15-45 tahun).

Sementara angka TFR tiga wilayah yang menempati posisi tertinggi di Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bogor dengan TFR 2,69, Kabupaten Garut dengan TFR 2,67 dan Kabupaten Bekasi dengan TFR 2,64.

“Maka jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu di usia produktif itu sebanyak 2,69 anak atau dibulatkan menjadi 3 anak per ibu usia produktif,” katanya.

Ia menambahkan daerah-daerah yang tingkat kelahiran alaminya tinggi biasanya berada didaerah yang rata-rata ekonominya rendah atau katagori miskin.

Untuk wilayah Bogor barat, diantaranya di kecamatan, Pamijahan, Leuwiliang dan Cigudeg, wilayah Bogor tengah, Parung, Cisarua, Caringin dan Ciomas dan wilayah Bogor timur diantaranya Kecamatan Gunungputri, Cigombong, Cileungsi dan Kecamatan Jonggol. -c88/ahi

Sumber :
Republika Newsroom
http://www.republika.co.id/berita/56611/Populasi_Penduduk_Kabupaten_Bogor_Tertinggi_di_Jabar
16 Juni 2009

Asal dan Arti Nama Bogor

Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh (Di tempat itu, dirikanlah oleh mu sebuah kota) laju ngaranan Bogor (lalu berinama Bogor) sebab bogor teh hartina tunggul kaung (bogor artinya tunggul aren/enau) (tunggul=sisa tebangan pohon beserta akarnya)

Ari tunggul kaung (Tunggul aren itu) emang geh euweuh hartina (memang tak ada artinya) euweuh soteh cek nu teu ngarti (Tak ada arti bagi yang tidak mengerti)

Ari sababna, sabab ngaran mudu Bogor (sebab nama mudu(?) Bogor) sabab bogor mah (sebab bogor itu) dijieun suluh teu daek hurung (dibuat kayu bakar tak mau membara) teu melepes tapi ngelun (tak padam tapi menyala yang tidak membara) haseupna teu mahi dipake muput (asapnya tak cukup untuk "muput") (muput=menghasilkan asap banyak yang salah satunya digunakan untuk mengusir nyamuk atau serangga lainnya)

Tapi amun dijieun tetengger (Tapi kalau dijadikan penyangga rumah) sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (dua kalimat ini menunjukan ungkapan yang arti bebasnya "bisa bertahan lama". Mirip seperi ungkapan "tak lapuk kena hujan, tak lekang kena panas)

Amun kadupak (kalau terpentok) mantak borok nu ngadupakna (bisa membuat luka/koreng yang terpentok) moal geuwat cageur tah inyana (membuat luka/koreng yang lama sembuhnya)

Amun katajong? (kalau tertendang?) mantak bohak nu najongna (bisa melukai yang mendangnya) moal geuwat waras tah cokorna (kakinya bakalan lama sembuhnya)

Tapi, amun dijieun kekesed? (Tapi, kalau dibuat kesed?) sing nyaraho (harap semuanya tahu) isukan jaga pageto (besok atau lusa) bakal harudang pating kodongkang (bakal bangkit sambil merangkak (?)) nu ngarawah si calutak (menasehati yang tidak sopan)

Tah kitu! (begitulah) ngaranan ku andika eta dayeuh (berinama oleh mu itu kota) Dayeuh Bogor! (Kota Bogor) [Pantun Pa Cilong. "Ngadegna Dayeuh Pajajaran"(=berdirinya kota Pajajaran)]

Pantun di atas menjadi dasar yang paling kuat tentang kenapa nama kota itu dinamakan "Bogor". Seperti diketahui sampai saat ini ada empat pendapat tentang asal nama Bogor:

Berasal dari salah ucap orang Sunda untuk "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda
Berasal dari "Baghar atau baqar" yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi.
Berasal dari kata "Bokor" yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas
Asli bernama Bogor yang artinya "tunggul kawung" (enau atau aren)
Pendapat bahwa Bogor berasal dari "buitenzorg" adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan mengambil perumpaman melesetnya "Batavia" menjadi "Batawi". Akan tetapi bila kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan "sikenhes" untuk "ziekenhuis" (rumah sakit" atau "bes" untuk "buis" (pipa) atau "boreh" untuk "boreg" (jaminan), maka berdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang sunda melafalkan "buitenzorg" menjadi "betensoreh". Jadi dugaan "buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira.

Pendapat kedua ("baghar atau baqar") berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutn waktu. Kata Bogor telah ada sebelum kebun raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabatu yang dipindahkan ke dalam kebun raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.

Pendapat ketiga (asal kata "bokor") juga mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata "kumasep" dan "angkeuhan" yang sering diucapkan menjadi "gumasep" (merasa cakep/centil) dan "anggeuhan" (saya harus tanya orang tua dulu nich artinya :-)). Jadi bisa saja Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa mengartikan "Bogor" sama dengan "bokor".

Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan diawal posting. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata "bogor" berarti "tunggul kawung". Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat "Tunggilis" yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata "tunggilis" berarti tunggul pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.

Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor, seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah berdasar catatan Prof. Veth dalam buku "Java". Dengan demikian memang agak sulit menerima terori "buitenzorg", "baghar" dan "bokor".

Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa diajdikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa "Bogor" berati pohon kawung dan kata kerja "dibogor" berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, "pabogoran" berarti kebun kaeung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, ?L"Bogor" berarti "droogetapte kawoeng" (pohon enau yang telah habis disadap) atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata "pugur" atau "pogor". Akan tetapi dalam bahasa Sunda "muguran dengan "mogoran" berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti "pamogoran" bisa dianggap terlalu iseng.

Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai "hoofd van de negorij Bogor" (kepala kampung Bogor). Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wirnata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat "Buitenzorg". Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama "Sukahati" diganti menjadi "Empang".

Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817 sehingga teori "arca sapi" tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor (papan nama "Pasar Baru Bogor" sebenarnya agak mengganggu rangkaian historis ini)


Sumber:
Saleh Danasasmita. 1983. Sejarah Bogor (Bagian I). PEMDA DT II Bogor. dalam :
http://pasundan.homestead.com/files/Sejarah/sejarahframe.htm

Wisata Agro Gunung Mas

Perkebunan Gunung Mas didirikan pada tahun 1910, adalah merupakan salah satu unit usaha PT. Perkebunan Nusantara VIII (persero) yang berlokasi di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dengan iklim termasuk type B menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson, dengan curah hujan cukup tinggi sepanjang tahun antara 2500 - 4000 mm. Perkebunan Gunung Mas yang sekarang merupakan penggabungan antara Perkebunan Gunung Mas dan Cikopo Selatan (lama) sejak tahun 1972.


Perkebunan Gunung Mas mulai diusahakan pada tahun 1910 oleh sebuah maskapai Perancis dengan nama "GOENOENG MAS PRANCOISE NEDERLANDISE de CULTURE etde COMMERCE". Pada tahun 1954 pengelolannya kepada Perusahaan Belanda, yaitu "NV TIEDEMAN K VAN KERCHEM (TVK) yang mempunyai Kantor Pusat di Bandung.

Pada tahun 1958 diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia (dinasionalisasi) dimasukkan dalam PPN Baru Kesatuan Jabar II. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi dan Perkebunan Gunung Mas dimasukkan kedalam PPN Antan VII. Mulai tanggal 1 Agustus 1971 status PNP XII berubah lagi menjadi PT Perkebunan XII (persero). Terhitung mulai tanggal 11 Maret 1996, PT. Perkebunan XII berubah lagi nama yaitu PT. Perkebunan Nusantara VIII (penggabungan dari PTP XI, PTP XII dan PTP XIII) dengan alamat Kantor Pusatnya saat ini di Jalan Sindangsirna No.4 Bandung.

Perkebunan Gunung Mas merupakan salah satu unit usaha PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), terletak di ketinggian antara 800 sampai 1.200 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 12 - 22 °C, menjadikan sebuah tempat yang sejuk dan nyaman untuk beristirahat, berekreasi ataupun pertemuan - pertemuan lain. Perkebunan Gunung Mas terletak di kawasan Puncak berjarak ± 80 KM dari Jakarta ke arah puncak.

Keragaman Objek Wisata yang berada di Gunung Mas akan menjadi daya tarik untuk anda coba mulai dari berjalan santai di lingkungan kebun teh (Tea Walk) sampai wisata petualangan ada disini. Akomodasi yang diperlukan pun tersedia, mulai dari tempat menginap, ruang pertemuan, live music bahkan catring pun dengan aneka hidangan lengkap bisa anda pesan.


Sumber :
http://www.gunungmas-agrotourism.com/

Sejarah Kebun Raya Bogor

Pada tahun 1811, ketika perang Napoleon di eropa, Indonesia pada waktu itu bernama Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie, direbut oleh Inggris dari kekuasaan Belanda.ketika Napoleon jatuh (1815/1816) para pemimpin negara di Eropa membuat perjanjian, antara lain tentang pembagian wilayah kekuasaan. Pada tahun 1816 Inggris menggembalikan kekuasaan Indonesia ke tangan Belanda. Peperangan yang terjadi di Eropa menyebabkan Belanda mengalami kelesuan, Kerajaan Belanda mengembangkan ilmu pengetahuan, karena mereka tahun tegak dan kejayaannya Belanda ditandai antara lain dengan ilmu pengetahuan. Untuk ini dikirimlah C.Th.Elout, A.A Boykens dan G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, ke Indonesia dan Dr. Casper Goerge Carl Reinwardt selaku penasehat.

Pada tanggal 15 April 1817 Reinwardt mencetuskan gagasannya untuk mendirikan Kebun Botani yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron Van Der Capellen,Komisaris Jendral Hindia Belanda dan beliau akhirnya menyetujui gagasan Reinwardt. Kebun Botani ini didirikan di samping Istana Gubernur Jendral di Bogor pada tanggal 18 Mei 1817, dilakukan pemancangan patok pertama yang menandai berdirinya Kebun Raya yang diberi nama 'Slands Plantentiun te Buitenzorg'. Berdirinya Kebun Raya ini menandai tegaknya kekuasaan Belanda dengan dimulainya kegiatan ilmu pengetahun Biologi, terutama bidang botani di Indonesia secara terorganisasi.

Setelah kemerdekaan, tahun 1949 "Slands Plantentiun te Buitenzorg" berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia, Direktur LPPA yang pertama adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada waktu itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensisi dan Laboratorium Penyelidikan Laut. Untuk pertama kalinya tahun 1956 pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kasan menggantikan J. Douglas. Untuk perkembangan koleksi tanaman sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia, Kebun Raya Bogor membentuk cabang di beberapa tempat, yaitu :

Kebun Raya Cibodas(Bergtuin te Cibodas, Hortus dan Laboratorium Cibodas)di Jawa Barat, luasnya 120 Ha dengan ketinggian 1400 m, didirikan oleh Teysman tahun 1866, untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis. Tahun 1891 Kebun ini dilengkapi dengan Laboratorium untuk Penelitian flora dan fauna.

Kebun Raya Purwodadi (Hortus Purwodadi) di Jawa Timur, didirikan oleh Van Sloten tahun 1941. Luasnya 85 Ha dengan Ketinggian 250 m, untuk koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis.

Kebun Raya "Eka Karya" Bedugul-Bali didirikan tahun 1959 oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Luasnya 159,4 Ha dengan ketinggian 1400 m, untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering.


Sumber :
http://www.bogorbotanicgardens.org/tentang.php