Senin, 30 November 2009

Sejarah Bogor


Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan kelompok pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukahati (Kampung Empang sekarang).

Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap akhlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan 'ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan'. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:

- Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669.

- Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852.

- Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.

- Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972.


Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.

Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat itu.

Summber :
Kabupaten Bogor dalam angka, 2007 dalam :
http://www.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=237

Sumber Gambar:
http://rollit.roll.co.id/area%2051/sites/roll/leisure/images/stories/kebun_raya_bogor.jpg

Peta Bogor


View Larger Map

Wisata dan Agribisnis Jadi Andalan Bogor

Dalam krisis ekonomi global yang tengah berkecamuk, ternyata Kabupaten Bogor masih memiliki secercah harapan. Dengan menggali potensi keunggulan lokal, daerah berslogan ‘Tegar Beriman’ ini diprediksi mampu bertahan menghadapi terpaan krisis.
“Sebagai penyangga ibukota, Kabupaten Bogor bisa terus berkembang menembus krisis. Itu tidak mustahil, sebab daerah ini memegang peranan penting sebagai pintu gerbang mobilitas barang, dan lalulintas kendaraan. Dengan begitu, pengembangan sektor pariwisata perlu menjadi salah satu prioritas,” ungkap Tenaga Ahli Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dr Ir Ikhwanuddin Mawardi, M.Sc yang ditemui Jurnal Bogor di sela-sela Seminar Daerah bertajuk ‘Menggali Potensi Keunggulan Lokal dan Ketahanan Pangan Menuju Kabupaten Bogor yang bertaqwa, berdaya, berbudaya, dan Sejahtera’ di Cibinong, Selasa (27/1).


Karena itu, kata Ikhwanuddin, perencanaan, dan pembangunan Kabupaten Bogor ke depan harus fokus, dan terarah guna mengoptimalkan potensi daerah, dan mengangkat keunggulan lokal.
“Warga DKI Jakarta, masih mengenal Kabupaten Bogor sebagai tujuan wisata termurah, dan terdekat. Itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dengan mengembangkan wisata alam, wisata kuliner, wisata sejarah, atau wisata budaya. Pemerintah Daerah di sini memiliki peranan penting,” paparnya.
Ikhwanuddin mengatakan, pengembangan wisata juga bisa menunjang pertumbuhan sektor industri, dan Usaha Kecil Menengah (UKM). “Sebagai tujuan wisata, sudah selayaknya para wisatawan membawa buah tangan yang menjadi ciri khas daerah, mulai dari kerajinan tangan, hingga makanan tradisional. Itu juga peluang, jadi jangan putus asa menghadapi krisis,” ujarnya.
Menurut Ikhwanuddin, kuncinya adalah mengembangkan gagasan kreatif, dan terus melakukan inovasi. “Itu bisa dilakukan dengan menyinergikan semua stakeholders. Misalnya, menjadikan industri yang lebih mapan sebagai ‘bapak angkat’ untuk sejumlah UKM,” jelasnya.

Selain sektor pariwisata, tambahnya, pengembangan daerah sebagai sentra agribisnis juga cukup strategis. Keunggulan lokal yang komparatif, dan kompetitif bisa diangkat melalui pemberdayaan pertanian, peternakan, dan perikanan.
“Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, pemasaran juga bisa diperluas ke Jakarta. Itulah kelebihan Kabupaten Bogor, merambah pasar ibukota tak akan sulit, sebab jaraknya cukup dekat. Untuk standar kualitas, IPB bisa ambil peranan,” tuturnya.
Sementara itu, Rektor IPB Dr Ir Herry Suhardiyanto, M.Si mengatakan, IPB siap memberikan pembinaan agribisnis demi kemajuan Kabupaten Bogor. Semua elemen terkait juga harus berkonvergensi guna mencapai tujuan tersebut.
“Kongkretnya, pemerintah daerah memfasilitasi terjalinnya hubungan saling menguntungkan antara petani, dan pengusaha. Misalnya, petani kedelai dengan pengusaha tempe atau tahu,” tandasnya.

Sumber :
Julvahmi
http://www.jurnalbogor.com/?p=9859
28 Januari 2009

Populasi Penduduk Kabupaten Bogor Tertinggi di Jabar

Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan populasi penduduk tertinggi dari 17 Kabupaten dan sembilan kota di Jawa Barat.

Jumlah 4.316.236 jiwa penduduk yang terbagi atas 2.204.952 jiwa laki-laki dan 2.111.284 jiwa perempuan di Kabupaten Bogor mengungguli Kabupaten Bandung diposisi kedua dengan jumlah penduduk 3.033.038 jiwa.

Padahal, provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan angka Total Fertility Rate (TFR) nya, Kabupaten Bogor pun menempati angka tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lain di Jawa Barat.

Siti Amanah, Ketua divisi studi wanita, gender dan pembangunan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (IPB, Selasa (16/6) menjelaskan yang dimaksud dengan TFR yakni banyak anak yang mungkin dilahirkan oleh ibu dengan usia produktif (15-45 tahun).

Sementara angka TFR tiga wilayah yang menempati posisi tertinggi di Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bogor dengan TFR 2,69, Kabupaten Garut dengan TFR 2,67 dan Kabupaten Bekasi dengan TFR 2,64.

“Maka jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu di usia produktif itu sebanyak 2,69 anak atau dibulatkan menjadi 3 anak per ibu usia produktif,” katanya.

Ia menambahkan daerah-daerah yang tingkat kelahiran alaminya tinggi biasanya berada didaerah yang rata-rata ekonominya rendah atau katagori miskin.

Untuk wilayah Bogor barat, diantaranya di kecamatan, Pamijahan, Leuwiliang dan Cigudeg, wilayah Bogor tengah, Parung, Cisarua, Caringin dan Ciomas dan wilayah Bogor timur diantaranya Kecamatan Gunungputri, Cigombong, Cileungsi dan Kecamatan Jonggol. -c88/ahi

Sumber :
Republika Newsroom
http://www.republika.co.id/berita/56611/Populasi_Penduduk_Kabupaten_Bogor_Tertinggi_di_Jabar
16 Juni 2009

Asal dan Arti Nama Bogor

Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh (Di tempat itu, dirikanlah oleh mu sebuah kota) laju ngaranan Bogor (lalu berinama Bogor) sebab bogor teh hartina tunggul kaung (bogor artinya tunggul aren/enau) (tunggul=sisa tebangan pohon beserta akarnya)

Ari tunggul kaung (Tunggul aren itu) emang geh euweuh hartina (memang tak ada artinya) euweuh soteh cek nu teu ngarti (Tak ada arti bagi yang tidak mengerti)

Ari sababna, sabab ngaran mudu Bogor (sebab nama mudu(?) Bogor) sabab bogor mah (sebab bogor itu) dijieun suluh teu daek hurung (dibuat kayu bakar tak mau membara) teu melepes tapi ngelun (tak padam tapi menyala yang tidak membara) haseupna teu mahi dipake muput (asapnya tak cukup untuk "muput") (muput=menghasilkan asap banyak yang salah satunya digunakan untuk mengusir nyamuk atau serangga lainnya)

Tapi amun dijieun tetengger (Tapi kalau dijadikan penyangga rumah) sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (dua kalimat ini menunjukan ungkapan yang arti bebasnya "bisa bertahan lama". Mirip seperi ungkapan "tak lapuk kena hujan, tak lekang kena panas)

Amun kadupak (kalau terpentok) mantak borok nu ngadupakna (bisa membuat luka/koreng yang terpentok) moal geuwat cageur tah inyana (membuat luka/koreng yang lama sembuhnya)

Amun katajong? (kalau tertendang?) mantak bohak nu najongna (bisa melukai yang mendangnya) moal geuwat waras tah cokorna (kakinya bakalan lama sembuhnya)

Tapi, amun dijieun kekesed? (Tapi, kalau dibuat kesed?) sing nyaraho (harap semuanya tahu) isukan jaga pageto (besok atau lusa) bakal harudang pating kodongkang (bakal bangkit sambil merangkak (?)) nu ngarawah si calutak (menasehati yang tidak sopan)

Tah kitu! (begitulah) ngaranan ku andika eta dayeuh (berinama oleh mu itu kota) Dayeuh Bogor! (Kota Bogor) [Pantun Pa Cilong. "Ngadegna Dayeuh Pajajaran"(=berdirinya kota Pajajaran)]

Pantun di atas menjadi dasar yang paling kuat tentang kenapa nama kota itu dinamakan "Bogor". Seperti diketahui sampai saat ini ada empat pendapat tentang asal nama Bogor:

Berasal dari salah ucap orang Sunda untuk "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda
Berasal dari "Baghar atau baqar" yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi.
Berasal dari kata "Bokor" yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas
Asli bernama Bogor yang artinya "tunggul kawung" (enau atau aren)
Pendapat bahwa Bogor berasal dari "buitenzorg" adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan mengambil perumpaman melesetnya "Batavia" menjadi "Batawi". Akan tetapi bila kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan "sikenhes" untuk "ziekenhuis" (rumah sakit" atau "bes" untuk "buis" (pipa) atau "boreh" untuk "boreg" (jaminan), maka berdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang sunda melafalkan "buitenzorg" menjadi "betensoreh". Jadi dugaan "buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira.

Pendapat kedua ("baghar atau baqar") berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutn waktu. Kata Bogor telah ada sebelum kebun raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabatu yang dipindahkan ke dalam kebun raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.

Pendapat ketiga (asal kata "bokor") juga mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata "kumasep" dan "angkeuhan" yang sering diucapkan menjadi "gumasep" (merasa cakep/centil) dan "anggeuhan" (saya harus tanya orang tua dulu nich artinya :-)). Jadi bisa saja Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa mengartikan "Bogor" sama dengan "bokor".

Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan diawal posting. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata "bogor" berarti "tunggul kawung". Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat "Tunggilis" yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata "tunggilis" berarti tunggul pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.

Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor, seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah berdasar catatan Prof. Veth dalam buku "Java". Dengan demikian memang agak sulit menerima terori "buitenzorg", "baghar" dan "bokor".

Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa diajdikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa "Bogor" berati pohon kawung dan kata kerja "dibogor" berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, "pabogoran" berarti kebun kaeung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, ?L"Bogor" berarti "droogetapte kawoeng" (pohon enau yang telah habis disadap) atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata "pugur" atau "pogor". Akan tetapi dalam bahasa Sunda "muguran dengan "mogoran" berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti "pamogoran" bisa dianggap terlalu iseng.

Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai "hoofd van de negorij Bogor" (kepala kampung Bogor). Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wirnata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat "Buitenzorg". Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama "Sukahati" diganti menjadi "Empang".

Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817 sehingga teori "arca sapi" tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor (papan nama "Pasar Baru Bogor" sebenarnya agak mengganggu rangkaian historis ini)


Sumber:
Saleh Danasasmita. 1983. Sejarah Bogor (Bagian I). PEMDA DT II Bogor. dalam :
http://pasundan.homestead.com/files/Sejarah/sejarahframe.htm

Wisata Agro Gunung Mas

Perkebunan Gunung Mas didirikan pada tahun 1910, adalah merupakan salah satu unit usaha PT. Perkebunan Nusantara VIII (persero) yang berlokasi di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dengan iklim termasuk type B menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson, dengan curah hujan cukup tinggi sepanjang tahun antara 2500 - 4000 mm. Perkebunan Gunung Mas yang sekarang merupakan penggabungan antara Perkebunan Gunung Mas dan Cikopo Selatan (lama) sejak tahun 1972.


Perkebunan Gunung Mas mulai diusahakan pada tahun 1910 oleh sebuah maskapai Perancis dengan nama "GOENOENG MAS PRANCOISE NEDERLANDISE de CULTURE etde COMMERCE". Pada tahun 1954 pengelolannya kepada Perusahaan Belanda, yaitu "NV TIEDEMAN K VAN KERCHEM (TVK) yang mempunyai Kantor Pusat di Bandung.

Pada tahun 1958 diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia (dinasionalisasi) dimasukkan dalam PPN Baru Kesatuan Jabar II. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi dan Perkebunan Gunung Mas dimasukkan kedalam PPN Antan VII. Mulai tanggal 1 Agustus 1971 status PNP XII berubah lagi menjadi PT Perkebunan XII (persero). Terhitung mulai tanggal 11 Maret 1996, PT. Perkebunan XII berubah lagi nama yaitu PT. Perkebunan Nusantara VIII (penggabungan dari PTP XI, PTP XII dan PTP XIII) dengan alamat Kantor Pusatnya saat ini di Jalan Sindangsirna No.4 Bandung.

Perkebunan Gunung Mas merupakan salah satu unit usaha PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), terletak di ketinggian antara 800 sampai 1.200 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 12 - 22 °C, menjadikan sebuah tempat yang sejuk dan nyaman untuk beristirahat, berekreasi ataupun pertemuan - pertemuan lain. Perkebunan Gunung Mas terletak di kawasan Puncak berjarak ± 80 KM dari Jakarta ke arah puncak.

Keragaman Objek Wisata yang berada di Gunung Mas akan menjadi daya tarik untuk anda coba mulai dari berjalan santai di lingkungan kebun teh (Tea Walk) sampai wisata petualangan ada disini. Akomodasi yang diperlukan pun tersedia, mulai dari tempat menginap, ruang pertemuan, live music bahkan catring pun dengan aneka hidangan lengkap bisa anda pesan.


Sumber :
http://www.gunungmas-agrotourism.com/

Sejarah Kebun Raya Bogor

Pada tahun 1811, ketika perang Napoleon di eropa, Indonesia pada waktu itu bernama Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie, direbut oleh Inggris dari kekuasaan Belanda.ketika Napoleon jatuh (1815/1816) para pemimpin negara di Eropa membuat perjanjian, antara lain tentang pembagian wilayah kekuasaan. Pada tahun 1816 Inggris menggembalikan kekuasaan Indonesia ke tangan Belanda. Peperangan yang terjadi di Eropa menyebabkan Belanda mengalami kelesuan, Kerajaan Belanda mengembangkan ilmu pengetahuan, karena mereka tahun tegak dan kejayaannya Belanda ditandai antara lain dengan ilmu pengetahuan. Untuk ini dikirimlah C.Th.Elout, A.A Boykens dan G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, ke Indonesia dan Dr. Casper Goerge Carl Reinwardt selaku penasehat.

Pada tanggal 15 April 1817 Reinwardt mencetuskan gagasannya untuk mendirikan Kebun Botani yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron Van Der Capellen,Komisaris Jendral Hindia Belanda dan beliau akhirnya menyetujui gagasan Reinwardt. Kebun Botani ini didirikan di samping Istana Gubernur Jendral di Bogor pada tanggal 18 Mei 1817, dilakukan pemancangan patok pertama yang menandai berdirinya Kebun Raya yang diberi nama 'Slands Plantentiun te Buitenzorg'. Berdirinya Kebun Raya ini menandai tegaknya kekuasaan Belanda dengan dimulainya kegiatan ilmu pengetahun Biologi, terutama bidang botani di Indonesia secara terorganisasi.

Setelah kemerdekaan, tahun 1949 "Slands Plantentiun te Buitenzorg" berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia, Direktur LPPA yang pertama adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada waktu itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensisi dan Laboratorium Penyelidikan Laut. Untuk pertama kalinya tahun 1956 pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kasan menggantikan J. Douglas. Untuk perkembangan koleksi tanaman sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia, Kebun Raya Bogor membentuk cabang di beberapa tempat, yaitu :

Kebun Raya Cibodas(Bergtuin te Cibodas, Hortus dan Laboratorium Cibodas)di Jawa Barat, luasnya 120 Ha dengan ketinggian 1400 m, didirikan oleh Teysman tahun 1866, untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis. Tahun 1891 Kebun ini dilengkapi dengan Laboratorium untuk Penelitian flora dan fauna.

Kebun Raya Purwodadi (Hortus Purwodadi) di Jawa Timur, didirikan oleh Van Sloten tahun 1941. Luasnya 85 Ha dengan Ketinggian 250 m, untuk koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis.

Kebun Raya "Eka Karya" Bedugul-Bali didirikan tahun 1959 oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Luasnya 159,4 Ha dengan ketinggian 1400 m, untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering.


Sumber :
http://www.bogorbotanicgardens.org/tentang.php

Sejarah Istitut Pertanian Bogor

Sejarah perkembangan IPB dimulai dari tahapan embrional (1941-1963), tahap pelahiran dan pertumbuhan (1963-1975), tahap pendewasaan (1975-2000), tahap implementasi otonomi IPB (2000-2005) dan menuju tahap IPB berbasis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang akan dimulai pada tahun 2006. Pada tahun 2007 secara embrional IPB diharapkan siap manjadi universitas riset.

Pencangkulan Pertama Kampus IPB Darmaga Oleh Ir. Soekarno Kampus IPB Baranangsiang, Bogor Wisuda di Masa Lalu

Sejarah Kepemimpinan IPB dari masa ke masa adalah sebagai berikut :

1. Prof.Dr. Syarif Thayeb (Ketua Presidium IPB 1963)
2. Prof.Dr.A.J. Darman (Ketua Presidium 1963)
3. Prof.Dr.Ir. Tb. Bachtiar Rifai (Rektor IPB 1964-1965)
4. Prof.Dr.Ir. Sajogyo (Rektor IPB 1965-1966)
5. Prof.Dr.j.h. Hutasoit (Ketua Presidium IPB 1966)
6. Prof.Dr.Ir. Toyib Hadiwidjaja (Rektor IPB 1966-1971)
7. Prof,Dr.Ir. A.M. Satari (Rektor IPB 1971-1978)
8. Prof.Dr.Ir. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB 1978-1987)
9. Prof.Dr.Ir. H. Sitanala Arsjad (Rektor IPB 1987-1996)
10. Prof.Dr.Ir. H. Soleh Solahuddin,M.Sc (Rektor IPB 1996-1998)
11. Prof.Dr.Ir. R.H.M. Aman Wirakartakusumah,M.Sc (Rektor IPB 1998-2002)
12. Prof.Dr.Ir. Ahmad Ansori Mattjik,M.Sc (Rektor IPB 2002-2007)
13. Dr. Ir. H. Herry Suhardiyanto, M.Sc. (Rektor IPB 2008-sekarang)


Tahap Embrional (1941-1963)

Tahap embrional perkembangan IPB diawali dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai pada awal abad ke-20 di Bogor. Sebelum perang dunia II lembaga-lembaga pendidikan menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School, Middelbare Bosbouw School dan Nederlandsch Indiche Veeartsen School.

Pada tahun 1940 , Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian di Bogor dengan nama Landbouw Hogeschool yang kemudian pada tanggal 31 Oktober 1941 dinamakan Landbowkundige Faculteit. Namun ditutup pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), sedangkan Nederlandsch Indische Veeartsenschool (sekolah Kedokteran Hewan) tetap berjalan. Hanya saja namanya diubah menjadi Bogor Zui Gakku (Sekolah Dokter Hewan Bogor). Sejalan dengan masa kemerdekaan tahun 1946, Kementerian Kemakmuran Republik Indonesia meningkatkan Sekolah Dokter Hewan di Bogor menjadi: Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan(PTKH).

Pada tahun 1947 Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian, Landbowkundige Faculteit dibuka kembali dengan nama Faculteit Voor Landbouw-Wetenschappen yang mempunyai jurusan Pertanian dan Kehutanan. Sedangkan PTKH pada tahun 1948 dijadikan Faculteit voor Dierge neeskunde di bawah Universiteit van Indonesie yang kemudian berubah nama menjadi Universitas Indonesia.

Pada tahun 1950 Faculteit voor Landbouw-wetenschappen berubah nama menjadi Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dengan tiga jurusan yaitu Sosial Ekonomi, Pengetahuan Alam dan Kehutanan serta pada tahun 1957 dibentuk jurusan Perikanan Darat. Adapun Faculteit voor Dieergeneeskunde berubah menjadi Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Indonesia yang pada tahun 1960 berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Selanjutnya pada tahun 1962 menjadi Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan Universitas Indonesia.

Beberapa tonggak sejarah yang penting diketahui pada tahap embrional adalah: (1) penerapan sistem studi terbimbing yang menggantikan sistem studi bebas, (2) gagasan pembangunan kampus baru Fakultas Pertanian UI di Darmaga, dan (3) penerapan falsafah Tridharma Perguruan Tinggi yang semula berlaku di Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UI, oleh Prof.Dr.Ir. Toyib Hadiwidjaja. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia memasuki tahun 1960, memberi peluang bagi IPB untuk menambah lahan kampus, sehingga selain Kampus Barangangsiang, Kampus Taman Kencana, Kampus Gunung Gede dan Kampus Cilibende, IPB juga memiliki Kampus Darmaga, Kebun Pasir Sarongge, Kebun Sukamantri dan Kebun Jonggol.


Tahap Pelahiran dan Pertumbuhan (1963-1975)

Tahap pelahiran dan pertumbuhan ditandai dengan berdirinya IPB pada tanggal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965. Pada saat itu, dua fakultas di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, lahir Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian.

Walaupun lahirnya IPB berbarengan dengan gemuruh perkembangan politik pra G30S/PKI yang mempengaruhi kelancaran kegiatan akademik, tetapi IPB tetap mampu membuat terobosan penting; Diantaranya adalah tercetusnya gagasan atau konsep BIMAS-SSBM pada tahun 1963-1964 dalam bentuk introduksi inovasi pengelolan sarana produksi guna meningkatkan produktivitas usaha tani padi. Gagasan ini selanjutnya dialih-kelola oleh pemerintah yang pada tahun 1966-1967 diwujudkan dalam bentuk panca usaha-tani untuk menyebarluaskan padi IR-5 dan IR-6. Kegiatan ini telah menghantarkan Indonesia swasembada beras, sehingga pada tahun 1986 FAO menyematkan medali penghargaan kepada Presiden Soeharto di Roma Eropa.

Memasuki pergantian kepemimpinan Rektor IPB dari Prof.Dr.Ir. Toyib Hadiwidjaja ke Prof.Dr.Ir.A.M. Satari, IPB bersama MUCIA sedang meneruskan pengembangan Pusat Penelitian Biologi Tropika (BIOTROP) SEAMEO yang dirintis pada tahun 1967 untuk waktu 10 tahun (1969-1979). Kerjasama ini membentuk konsorsium pendidikan di Indonesia yang menghasilkan (1) tenaga pengajar dan lahirnya fakultas pascasarjana IPB yang pertama di Indonesia, 31 Maret 1975, (2) berkembangnya sistem kurikulum ilmu dan teknologi, serta program pendidikan 4 tahun untuk S-1, disusul dengan program S-2 Magister Sain dan Program S-3 Doktor yang kemudian menjadi pola nasional, (3) tersusunnya rencana induk pengembangan IPB tahap I (1971-1979). (4) berkembangnya sistem Penerimaan Mahasiswa Baru S-1 melalui penelusuran kemampuan akademik yang disebut Proyek Perintis II dan kini menjadi program nasional yang dikenal dengan Penelusuran Minat Dan Keahlian (PMDK) dan sekarang disebut dengan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).


Tahap Pendewasaan (1975-2000)

Awal kurun waktu tahap pendewasaan ini ditandai dengan dosen IPB yang kembali dari tugas belajar di luar negeri, masa bakti ke dua Prof.Dr.Ir.A.M. Satari selaku Rektor IPB, serta reboisasi lahan gundul yang kini menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

Memasuki pergantian kepemimpinan Rektor IPB dari Prof.Dr.Ir.A.M. Satari ke Prof.Dr.Ir.H. Andi Hakim Nasution. Pada tahun 1978, IPB mengembangkan kerjasama tahap pertama (1979-1983) dengan University Wiscouncin di bidang peningkatan kemampuan tanaga pengajar, khususnya di bidang ilmu-ilmu lingkungan dan ilmu gizi, sehingga pada tahun 1981 lahir Fakultas Politeknik Pertanian.

Sejalan dengan perluasan kesempatan belajar pada pendidikan tingkat tinggi dan menghadapi ledakan populasi pemuda usia 18 tahun ke atas, IPB menyesuaikan rencana induk pengembangan tahun 1971-1979 dengan menyusun rencana pengembangan akademik dan rencana pengembangan fisik kampus Darmaga berdasarkan proyeksi permasalahan yang akan dihadapi tahun 2000, seperti: (1) masalah penyediaan pangan dan pemeliharan gizi masyarakat, (2) masalah pengelolaan sistem penunjang kehidupan manusia di dalam lingkungan, (3) masalah pengadaan energi dari berbagai sumber energi dan konvensional, dan (4) masalah pengumpulan pengelolaan dan penyebaran informasi di dalam populasi besar dengan tujuan meningkatkan ketahanan nasional. Pemahaman terhadap masalah ini, telah menempa IPB untuk memperkuat kompetensinya di bidang pertanian dalam arti yang seluas-luasnya dan menjadi lembaga pendidikan tinggi pertanian terkemuka di Indonesia.

Pada periode Rektor IPB Prof.Dr.Ir. Sitanala Arsyad selama 2 periode masa bakti 1987-1991 dan 1992-1996, IPB telah membangun kampus Darmaga berdasarkan master plan 1982. Pembangunan fisik ini juga telah diimbangi dengan perkembangan program pendidikan S0, S1, S2 dan S3, metode instruksional dan pembinaan kemahasiswaan, perkembangan pusat penelitian dan pusat pengembangan serta kepercayaan dari dalam dan luar negeri. Hal ini antara lain terlihat dengan adanya pembangunan 3 Pusat Antar Universitas (PAU) dalam bidang Ilmu Hayati, Bioteknologi, Pangan dan Gizi.

Sampai dengan tahun 1992 di kampus Darmaga telah dibangun gedung Fakultas Teknologi Pertanian, gedung Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), Lembaga Sumberdaya Informasi, Laboratorium Analisa dan Produksi Benih, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) Faperta IPB, dan Gedung Pusat antar Universitas PAU yang terdiri dari PAU Hayati, PAU Bioteknologi dan PAU Pangan dan Gizi. Sampai pada tahun 1996 telah dibangun gedung Rektorat IPB dan bangunan Fakultas Peternakan serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sampai dengan tahun 2000 telah dibangun Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan.

Pada periode Rektor IPB Prof.Dr.Ir.H. Soleh Salahuddin,M.Sc yaitu tahun 1996-1998, IPB telah memiliki 144 Program Studi (PS), yang terdiri dari 30 PS untuk Program Diploma, 39 PS untuk Program Sarjana, 51 PS untuk Program Magister dan 25 PS Program Doktor yang tersebar di 8 Fakultas dan Program Pascasarjana. Keberadaan program studi ini juga didukung dengan adanya 25 pusat studi dan pusat pengembangan , sehingga tercipta budaya meneliti di kalangan civitas akademika IPB . Melanjutkan implementasi rencana induk pengembangan IPB tahun 2000 yang akan berakhir, disusunlah rencana strategis IPB menjadi Universitas Tahun 2020. Menyadari peranan perguruan tinggi tidak terlepas dari konteks pembanguan nasional, maka IPB mengajak segenap komponen bangsa untuk menjadikan pertanian sebagai common platform pembangunan nasional. Hal ini terbukti ketika Indonesia menghadapi resesi ekonomi dan moneter tahun 1997, sektor agroindustri dan agribisnis menjadi pilar penyelamat ekonomi nasional.

Pada masa kepemimpinan Rektor IPB Prof.Dr.Ir. Aman Wirakartakusumah yaitu tahun 1998-2002, IPB secara proaktif terlibat langsung dalam reformasi pendidikan sebagai bagian tidak terpisahkan dari gerakan reformasi nasional yang bergulir sejak 1997. Melalui Peraturan Pemerintah 154 tahun 2000, IPB menjadi salah satu dari empat perguruan tinggi nasional berbasis Badan Hukum Milik Negara. Penyusunan Renstra IPB menjadi Universitas 2020 kemudian diakomodasikan dalam implementasi Otonomi IPB dengan masa transisi kelembagaan selama 5 tahun (sampai 2005) dan masa transisi kepegawaian selama 10 tahun (2010), hingga mampu menghasilkan lulusan dengan budaya-mutu yang siap menghadapi globalisasi. Dalam perjalanan tersebut, berdiri beberapa unit kerja, seperti jurusan Ilmu Komputer, Kantor Haki dan Alih Teknologi, Program Internasioanal, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (2001), serta asrama mahasiswa TPB dengan menekankan pada pembinaan akademik dan multi-budaya. Pada masa ini terbentuk Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai badan tertinggi yang menentukan arah pengembangan IPB termasuk memilih Rektor periode 2002-2007.


Tahap Otonomi

Prof.Dr.Ir.Ahmad Ansori Mattjik,M.Sc merupakan Rektor IPB yang pertama dipilih dalam mekanisme IPB sebagai BHMN Rektor dipilih oleh MWA untuk masa bakti 2003-2007 dengan program kerja utama untuk mewujudkan academic excellent dan generating income excellent, sehingga diharapkan mampu menghantarkan IPB sebagai universitas riset yang secara embrional terwujud pada tahun 2007.

Dr. Ir. H. Herry Suhardiyanto, M.Sc. merupakan Rektor IPB yang dipilih melalui Pemilihan Raya IPB BHMN sebagai Rektor yang dipilih oleh MWA untuk masa bakti 2008-2013 dengan program kerja utama untuk Menyelaraskan Mosaik Transformasi IPB menuju Research based Entrepreneurial University Kelas Dunia dengan Kepemimpinan yang Melayani dan Terpercaya.

Sumber :
http://www.ipb.ac.id/id/?s=4

Terpikat Nikmatnya Soto Karak Bogor

Kunjungan pertama ke restoran ini benar-benar membuat saya jatuh cinta. Tidak hanya soto karaknya saja yang memikat hati dan perut tetapi hidangan lain seperti Nasi Liwet Bakar, Gudeg, dan Nasi Sambel Tumpang tak kalah menggoyang lidah. Coba yuk!

Semuanya berawal dari kunjungan teman saya yang notabene orang Jerman ke Jakarta. Tentunya sebagai teman dan warga asli Indonesia yang baik saya mengajukan diri sebagai guide. Keliling Jakarta dan tempat-tempat wisata lain yang kebetulan sudah dilist sebagai tempat yang wajib dikunjungi.

Hingga suatu hari masuklah jadwal untuk mengunjungi TMII. Sampai siang kami jalan dan foto-foto sampai tidak terasa jalan kami mulai ringan karena kami belum makan. Waduh.. agak kaget juga ternyata dekat TMII tidak ada yang cocok dengan lidah saya. "Kita ke Bogor aja ya?" ajak saya. Dengan iming-iming bisa melihat Kebun Raya dan Istana Bogor, ternyata bujukan saya berhasil!

Jadilah perut terabaikan karena ia terpesona dengan tanaman-tanaman yang belum pernah dilihat sebelumnya di Kebun Raya. Hingga pertanyaan itu keluar dari mulutnya "Jadi kita makan siang dimana?" Dengan sisa tenaga yang ada kami coba telusuri jalan di sekitar Istana Bogor dan kami temukanlah 'SOTO KARAK'.

Restoran ini terletak tepat di jalan besar Jend. Sudirman arah Air mancur. Penampilan luarnya sederhana beratap alang-alang. Dengan penuh ketertarikan kami mencoba masuk dan langsung jatuh cinta!

Tidak hanya dari dekorasi bangunan yang terlihat antik tradisional. Tampak pajangan-pajangan unik, angkring soto, sepeda onthel, hingga kerajinan rotan dan batik cantik dari butik yang juga merupakan bagian dari rumah makan tersebut.

Masih terkesima dengan penampilan rumah makan tersebut, sambutan 'Sugeng Rawuh' alias selamat datang langsung ditujukan kepada kami dari pelayan-pelayannya. Pilihan kami tempat duduk yang nyaman tepat di pinggir menghadap pemandangan perumahan-perumahan di Bogor yang masih beratap merah.

Misi mencoba menu yang tidak boleh sama benar-benar menantang kami. Ternyata rumah makan ini tidak hanya terkenal dengan Soto Karaknya yaitu soto bening dengan taburan kerupuk nasi (karak) saja. Mereka menyediakan menu-menu Jawa Tengah lain dengan nama-nama yang unik dan seru. Dari Nasi Liwet Bakar, Gudeg, Nasi Sambel Tumpang, sampai Ayam Goreng Pencok dan Sup Iga Bakar.

Sebelum memesan tak lupa kami mengecek harganya yang ternyata sangat-sangat terjangkau! Soto Karak sendiri hanya seharga Rp 12.000,00 dan menu lainnya yang sudah termasuk nasi hanya seharga Rp 30.000,00 per porsi. Sambil melihat pemandangan yang terasa nyaman dan sangat 'Indonesia', kami menunggu pesanan seporsi Soto Karak, Nasi Liwet Bakar dan Sup Iga Bakar untuk teman saya yang bisa dipastikan kelaparan.

Tak lupa Siomay Klenger yang katanya jadi primadona disini karena bentuknya yang montok padat berisi dan Pisang Bakar Min Kebaw dipesan sebagai dessert kami berdua. Oya, Jus Ijo dan Es bir meriang juga ga ketinggalan. Benar-benar semua kami pesan lengkap!

Lidah kami berdua cocok dan semuanya luar biasa uenakk dan original. Sampai-sampai kami menambah pesanan wedang ronde dan 1 piring gorengan lengkap dan hangat; tempe mendoan, sosis solo, tahu gimbal, mento, dan perkedel jagung. Hmm... mungkin terbawa suasana nyaman dan angin hangat Bogor perut kami jadi terasa lapar kembali.

Hingga tak terasa langit semakin gelap, lampu warna-warni rumah makan mulai dinyalakan. Cantik apalagi dengan lampu-lampu rumah-rumah dan mobil-mobil yang terlihat dari rumah makan yang memang terletak agak tinggi. Oh ya, bangunan ini juga memiliki basement dengan ruangan makan yang tampak berbeda konsep dengan lantai atas.

Benar-benar recommended gak cuma untuk makan tetapi juga untuk foto-foto sehabis makan di rumah makan ini! Tak terasa 3 jam kami habiskan disini, akhirnya kami keluar dengan senyum dan perut kenyang! Shtt... untuk semua makanan tersebut kami hanya menghabiskan sekitar Rp 80.000,00. Tak mahal bukan?

Soto Karak
Jl. Jend. Sudirman No. 30 Bogor
(Depan Museum PETA Bogor)
Telp: 0251-4743486
Jam buka: 10.00 - 22.00

( dev / Odi )

Sumber :
Devita Sari
http://food.detik.com/read/2009/11/04/143743/1235025/287/terpikat-nikmatnya-soto-karak-bogor
4 November 2009

Obyek Wisata Di Bogor Barat

Kabupaten Bogor memiliki pariwisata yang beragam. Banyak obyek wisata menarik yang sering dikunjungi wisatawan, baik wisata alam, agro, sejarah, religius, wisata boga, dan seni budaya. Beberapa daerah yang menjadi tujuan wisata di wilayah Bogor, khususnya Bogor Barat, di antaranya:

Kawasan Pariwisata Gunung Salak Endah (GSE)
GSE terletak di sebelah Barat Kabupaten Bogor, jarak tempuhnya kurang lebih 40 Km dari Kota Bogor. Kawasan GSE Merupakan hamparan pegunungan yang masih alami, sejuk dan udaranya segar. Tak heran apabila banyak orang menyebutnya sebagai Puncak ke-2. Di GSE ini terdapat beberapa obyek wisata yang layak dikunjungi, salah-satunya Curug Cigamea yang terletak di Kp. Rawa Lega Desa Gunung sari. Walaupun ketinggiannya air terjunnya tidak melebihi 50 meter namun lingkungan alam yang masih asli dan udaranya yang segar membuat kita ingin berlama-lama di sana. Lain halnya dengan Curug Seribu, dengan ketinggian air terjun melebihi 50 meter, Curug ini lebih terlihat indah dan amat menakjubkan.

Selain dua air terjun di atas, ada lagi Kawah Ratu. Kawah ini terletak pada ketinggian 1.338 m Dpl dengan suhu 10-200 C dan memiliki luas + 30 Ha. Kawah ini memiliki daya tarik yang unik, antara lain aktivitas geologinya. Sepanjang hari kepuncan selalu mendidih dan mengeluarkan gas alam sulfat (H2S) dengan baunya yang khas dan kadang mengeluarkan suara gemuruh. Obyek wisata lainnya adalah Curug Ngumpet, sesuai dengan namanya “Ngumpet” berarti “tersembunyi”, curug ini terlihat agak tersembunyi. Dengan panorama alam dan keasriannya, curug ini tak kalah menarik dengan curug lain yang ada di GSE.

Selain itu ada juga sumber mata Air Panas Lokapurna yang terletak di Kp. Ciparay Desa Gunung Sari. Di sana terdapat juga fasilitas kolam renang, kamar pemandian, mushola dan lain-lain. Untuk yang hobi adventure, di kawasan GSE juga terdapat Bumi Perkemahan Gunung Bunder, letaknya di lereng Gunung Salak dengan ketinggian 800 mdpl dan suhu udara antara 18 - 230 C. Pemandangan alamnya begitu indah, karena lokasinya terletak pada kawasan hutan Pinus dan Rasamala.

Kampung Wisata Tradisional Cinangneng
Kampung Wisata Tradisional Cinangneng-Ciampea, merupakan obyek wisata yang menarik, karena disini kita dapat melihat atau terjun langsung dalam sua-sana alam pedesaan, seperti membajak sawah, memandikan kerbau, menanam padi, bahkan menginap serta menikmati makanan khas pedesaan.

Wisata Religius
Selain obyek wisata alam dan prasasti, pada daerah tujuan wisata Bogor Barat terdapat pula wisata agama atau religius, salah satunya adalah Pura Parahyangan Agung Jagatkhartha, dengan arti Alam Dewata yang sangat sempurna kesuciannya. Pura ini merupakan pura tersebar di Jawa Barat, dan merupakan stana (tempat tinggal) dari Prabu Siliwangi dan seluruh leluhur di Jawa Barat. Setiap minggunya banyak di-kunjungi oleh peziarah dari Bogor maupun dari daerah lain.

Curug Luhur
Curug ini terletak di Desa Gunung Malang Kecamatan Gunung Malang. Dinamakan Curug Luhur (tinggi) karena ketinggian mencapai + 50 meter dengan lingkungan yang alami serta pemandangan yang indah, curug ini tak kalah dengan obyek wisata lainnya. Fasilitas yang ada di sekitar lokasi adalah penginapan, rumah makan, mushola dan lain-lain.

Curug Nangka
Curug ini berjarak + 15 km dari jantung Kota Bogor, berada pada ketinggian + 750 mdpl, dan letaknya berdekatan dengan wana wisata bumi perkemahan Sukamantri.

Goa Gudawang
Goa ini merupakan rangkaian Goa yang sangat unik dan menarik. Nama Gudawang berasal dari kata “Kuda Lawang” yang artinya buntut/ekor kuda yang di kepang. Pada kawasan ini terdapat 12 Goa, tapi hanya 3 yang sudah dikembangkan/dikelola dan dibuka untuk umum, yaitu: Goa Simenteng, Goa Simasigit dan Goa Sipahang.

Air Panas Ciseeng
Air Panas Ciseeng adalah sebuah Gunung Kapur di tengah persawahan yang mengeluarkan air panas dengan kadar belerang yang sangat tinggi, dimana air tersebut dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Air Panas Tirta Sanita Ciseeng terletak di Kecamatan Parung Desa Bojong Indah + 26 km dari Kota Bogor.

Batu Tulis Ciaruteun
Daerah Tujuan Wisata Bogor Barat mempunyai banyak kekayaan seni dan budaya, di antaranya merupakan peninggalan zaman prasejarah seperti Batu Tulis Ciaruteun. Terletak di tepi sungai Ciaruteun perbatasan Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang. Pada lokasi Batu Tulis Ciaruteun ini pula terdapat peninggalan sejarah lainnya seperti : Prasasti Kebon Kopi I, yang terdapat telapak kaki gajah Airwata sebagai kendaraan Raja Purnawarman, lalu Prasasti Kebon Kopi II, yang letaknya berada di sungai dan terdapat tulisan bahasa sansekerta berhuruf pallawa. Peninggalan lain seperti: Batu Dakon, Prasasti Jambu, Garisul dan Kampung Adat Urug yang merupakan kekayaan Kabupaten Bogor yang tak ternilai harganya.

Seni Budaya
Seni tradisional khas Kabupaten Bogor Barat, di antaranya adalah Angklung Gubrag, seni ini merupakan perpaduan antara Pencak Silat dan seni memainkan angklung yang ukurannya lebih besar dari biasanya. Angklung ini hanya terdapat di Kabupaten Bogor. Terletak di Kampung Cipining Desa Argamulya Kecamatan Cigudeg. Selain itu di Kabupaten Bogor juga terdapat Upacara Seren Taun, yang merupakan acara tahun-an, dalam menyambut pergantian tahun baru Islam dan panen raya, terdapat di Kampung Sindang Barang Kecamatan Taman Sari.

Kerajinan Khas Bogor
Beberapa kerajinan khas hasil dari pengrajin Bogor seperti sandal, sepatu, tas, stir mobil, wayang golek, bunga kering merupakan kerajinan khas daerah Kabupaten Bogor bagian Barat. Selain obyek wisata yang diuraikan di atas, masih ada lagi obyek wisata lain yang berpotensi, namun belum dikembangkan, di antaranya Setu Kadongdong yang terletak di Desa Koleang Kecamatan Jasinga. Berjarak tempuh + 42 km dari Kota Bogor ke arah Barat. Luasnya + 10 Ha merupakan setu yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tempat atraksi wisata tirta. (IP/Dinas Budpar Kab. Bogor)

Sumber :
http://www.puncakview.com/Wisata_BogorBarat.htm

Potensi Wisata Bogor

Kota Bogor merupakan pintu gerbang Propinsi Jawa Barat, berjarak 60 Km dari jakarta sebagai ibu kota negara republik Indonesia, dan 120 Km dari Bandung sebagai ibu kota Propinsi Jawa Barat. Kota Nogor sering dijuluki sebagai kota hujan karena curah hujan di sini sangat tinggi sekitar 3000 s/d 4000 mm per tahun.

Disamping kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintah amanah, kota Bogor dalam mengembangkan perekonomian masyarakat dengan menitik beratkan pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada terbukti dengan beragam objek wisata dan potensi lainya yang dimiliki kota bogor, diantaranya objek wisata ilmiah yang bertaraf internasional, wisata alam, olah raga, budaya, cinderamata dan aneka makanan khas dan pusat-pusat perbelanjaan serta kegiatan pariwisata dan budaya dapat disaksikan di kota Bogor.


Istana Bogor.

Istana bogor memiliki luas 28 Ha, didirikan pada tahun 1745 oleh gubenur jenderal hindia belanda bernama Baron Gustaf Williem Van Imhof. Di halaman istana terdapat ratusan rusa yang hidup bebas, menambah keasrian suasana. Istana bogor berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 1. Telp 0251 321001.


Kebun Raya Bogor.

Kebun raya Bogor didirikan pada tahun 1817 dengan luas areal 87 Ha atas prakarsa Prof. Dr. Reinwadt, seorang ahli botani dari Jerman. Koleksi yang terdapat di kebun raya Bogor terdiri dari tanaman tropis dengan jenis tanaman lebih dari 20.000 tanaman yang tergolong dalam 6000 spesies. Kebun raya Bogor berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 13. Telp 0251 311362


Museum Etnobotani.

Musium etnobotani diresmikan pada tahun 1982 oleh Prof. DR. BJ. Habibie. Di dalamnya terdapat 2000 artefak etnobotani dan berbagai diorama pemanfaatan flora. Musium ini berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 24. Telp 0251 322035.


Museum Zoologi.

Musium ini didirikan pada tahun 1894 dengan nama asli Museum Zoologicum Bogoriensis. Mempunyai koleksi ribuan spesies binatang mamalia, serangga, reptilia, burung, ikan dan molliska. Musium ini terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 9. Telp 0251 322226.


Museum Tanah.

Musium tanah didirikan pada tanggal 29 September 1988. Musium ini merupakan tempat penyimpanan jenis contoh tanah yang terdapat di Indonesia dan disajikan dalam ukuran kecil berupa makromonolit. Musium berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 98. Telp 0251 323012.


Plaza Kapten Muslihat.

Dikenal dengan sebutan taman topi karena bangunan-bangunan yang terdapat di sana berbentuk topi. Merupakan tempat rekreasi dan hiburan untuk umum dilengkapi berbagai jenis mainan anak, toko cinderamata dan rumah makan. Di tempat ini terdapat pula pusat informasi kepariwisataan. Berlokasi di Jl. Kapt. Muslihat No. 51. Telp 0251 345092.


Situ Gede.

Kawasan Situ Gede nerupakan kawasan yang masih bernuansa alam pedesaan. Air danau yang membentang luas dengan berlatarkan hutan rindang dilengkapi dengan fasilitas wisata air. Terletak di desa Situ Gede, Kecamatan Bogor barat, dekat dengan lembaga penelitian hutan tropis.


Museum PETA.

Musium PETA didirikan pada tahun 1996 oleh yayasan perjuangan tanah air. Di dalamnya memuat 14 diorama mengenai perjalanan perjuangan para pahlawan PETA. Musium ini berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman No. 35. Tlp. 0251 332768.


Museum Perjuangan.

Musium perjuangan didirikan pada tahun 1957 sebagai tempat penyimpanan berbagai macam senjata yang digunakan para pejuang kemerdekaan dan terdapat koleksi senapan yang merupakan hasil rampasan dari tentara jepang, dan inggris. Musium ini dilengkapi dengan diorama perjuangan di daerah Bogor dan sekitarnya. Berlokasi di Jl. Merdeka No. 56. Tlp. 0251 326377


Prasasti Batu Tulis.

Batu bertulis ini dibuat pada masa pemerintahan Surawisesa (1521 - 1535) satu diantara putra dari Prabu siliwangi raja pajajaran. Di dalamnya terdapat 15 buah batu terasit yang terdiri dari 6 buah batu di dalam bangunan cungkup, 2 buah di serambi dan 6 buah di halaman. Prasasti ini berlokasi di Jl. Batutulis No. 54.


Wisata Olah Raga.

Kawasan wisata olah raga yang dapat dinikmati keindahan alamnya yang segar dan bebas polusi dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas yang mendukung olah raga golf. Rancamaya golf & country club terletak di jalan Rancamaya utama Ciawi Bogor, dan Bogor golf club terletak di Jl. Dr. Semeru Bogor.


Wisata Agro.

Wisata agro terdapat di ota Bogor dengan aneka komoditasnya yaitu ikan hias di Rancamaya, juice jambu merah di kel. Sukaresmi, juice lidah buaya di Kutalampa, beras organik di Mulyaharjadan manisan buah di Cimahpar.


Wisata Ilmiah.

Kota Bogor dilengkapi juga dengan berbagai balai dan pusat penelitian antara lain balai penelitian tanaman rempah dan obat di Jl. tentara pelajar No. 3 (Cimanggu) Nogor, yang terkenal dengan wisata ilmiahnya. Di sana disediakan paket pengenalan budi daya, penanganan lepas panen tanaman rempah dan obat serta bursa benih dan produk. Balai penelitian hutan dan konservasi alam serta pusat penelitian teknologi hasil hutan di Jl. Gunung batu No. 5 Bogor yang memiliki arboreyum, persemaian, laboraturium penelitian, koleksi herbarium dan kebun percobaan.


Cinderamata.

Cinderamata dari kota Bogor diantaranya yaitu wayang golek, goong home, karpet kayu, kerajinan kayu, batu gading, kenari, bunga kering dan kerajinan bordir. Cinderamata tersebut dapat diperoleh di lokasi sekitar kebun raya Bogor dan gednung dekranasda Jl. Binamarga No. 1B, kelurahan Baranangsiang. Phone 0251 391827.


Hotel Di Kota Bogor.

Cukup banyak terdapat hotel di kota Bogor terutama di daerah peristirahatan seberti Puncak. Tempat ini sangat ramai dikunjungi wisatawan hampir di setiap akhir pekan karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari kota Jakarta.


Wisata Belanja Kota Bogor.

Wisata belanja fashion dapat dijumpai sepanjang Jl, Padjajaran, serta wisata belanja sepatu dan tas terdapat di sepanjang jalan raya tajur dan jl. raya kutalampang Bogor. Demikian pula dapat dijumpai berbagai pusat perbelanjaan besar seperti botani square, bogor trade mall, ekalokasari plaza, pangrango plaza, plaza jambu dua, dll.

Sumber :
http://www.indotravelers.com/bogor/index.html

Kota Bogor

Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya 834.000 jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".

Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.

Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai-balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor

Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Cibinong.

Kabupaten Bogor secara garis besar terdiri atas tiga wilayah dan 40 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Bogor, yang berada di sebelah utara Kota Bogor.

Adapun Daftar Wilayah dan Kecamatan di Kabupaten Bogor adalah:

Wilayah Timur:

Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Cileungsi
Kecamatan Klapanunggal
Kecamatan Jonggol
Kecamatan Sukamakmur
Kecamatan Cariu
Kecamatan Tanjungsari


Wilayah Tengah:

Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Parung
Kecamatan Ciseeng
Kecamatan Kemang
Kecamatan Rancabungur
Kecamatan Bojonggede
Kecamatan Tajur Halang
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Sukaraja
Kecamatan Dramaga
Kecamatan Cijeruk
Kecamatan Cigombong
Kecamatan Caringin
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Babakan Madang
Kecamatan Ciomas
Kecamatan Tamansari


Wilayah Barat:

Kecamatan Jasinga
Kecamatan Parung Panjang
Kecamatan Tenjo
Kecamatan Cigudeg
Kecamatan Sukajaya
Kecamatan Nanggung
Kecamatan Leuwiliang
Kecamatan Leuwisadeng
Kecamatan Cibungbulang
Kecamatan Ciampea
Kecamatan Pamijahan
Kecamatan Rumpin
Kecamatan Tenjolaya

Wilayah Timur Kabupaten Bogor merupakan kawasan favorit pengembangan wilayah pemukiman Jakarta saat ini. Alasan utama hal tersebut adalah karena telah dibukanya jalur jalan baru dari Cibubur menuju Bandung melewati Gunung Putri dan Cileungsi. Jalur ini belum memiliki nama resmi, sedangkan nama yang secara umum digunakan masyarakat adalah Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi.

Sejak dibukanya Jalan Alternatif tersebut, kompleks pemukiman modern dengan skala besar segera bermunculan sehingga harga tanah di kawasan ini menjadi salah satu yang termahal di Bodetabek. Kemunculan kompleks-kompleks pemukiman ini menyebabkan sangat banyak penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Salah satu penduduk tersebut adalah Presiden ke enam Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia tinggal di Desa Cikeas, Kecamatan Gunung Putri dan bekerja di Istana Merdeka

Bagian utara Kabupaten Bogor merupakan dataran rendah (lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sedang bagian selatan berupa pegunungan, dengan puncaknya: Gunung Halimun (1.764 m), Gunung Salak (2.211 m), dan Gunung Gede Pangrango (3.018 m) yang merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bogor

Sejarah Bogor

Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan kelompok pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukahati (Kampung Empang sekarang).

Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap akhlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan 'ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan'. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:

- Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669.

- Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852.

- Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.

- Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972.


Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat Pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).

Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.

Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat itu.

Summber :
Kabupaten Bogor dalam angka, 2007 dalam :
http://www.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=237